Penulisan Putra-Putri Nabi Muhammad Saw
Sumber-sumber Riwayat dari Nabi saw
Menurut akidah orang-orang Syiah, prinsip pertama adalah riwayat-riwayat para imam dari sisi kehujahannya sama dengan riwayat-riwayat Nabi yang mulia saw dan harus berpegang teguh dengannya, dan dari sisi ini tidak ada perbedaan di antara riwayat-riwayat tersebut. Oleh karena itu, Kutub al-Arba'ah (empat kitab seperti Usul al-Kāfi, al-Tahdzib, Man Lā Yahduruhu al-Faqῑh dan al-Istibshār) sebagai sumber dasar hadis-hadis Syiah, mencegah adanya pemilahan antara sabda-sabda Nabi saw dan para imam as, dan dalam berbagai tema telah dinukil riwayat-riwayat yang bermacam-macam dari mereka.
Meski demikian, masih ada sumber-sumber yang mengumpulkan kumpulan hadis dari sabda-sabda Rasulullah atau mengkhususkan sebuah bab terpisah untuk hadis-hadis nabi saw. Di antara sumber-sumber tersebut yang dapat disebutkan di sini adalah:
Siapa saja putra putri Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam?
Pertempuran dengan Kaum Yahudi
Pertempuran pertama dengan kaum Yahudi terjadi beberapa pekan setelah terjadinya perang Badar dan kemenangan besar kaum muslimin. Kaum Yahudi Bani Qainuqa' bertinggal di sebuah benteng di luar kota Madinah dan mereka sibuk dengan pekerjaan mereka berpandai emas dan besi. Para ahli sejarah menulis bahwa suatu hari seorang perempuan arab pergi ke pasar dan menjual barang-barangnya di pasar Bani Qainuqa' dan duduk di depan pintu toko pandai emas, salah seorang Yahudi mengikat pakaiannya pada salah satu yang ada dibelakangnya, lalu perempuan itu berdiri kemudian sebagian pakaiannya tersangkut dengan bagian yang terikat dan orang-orang Yahudi menertertawakannya. Kemudian perempuan itu berteriak memanggil kaum muslimin dan meminta pertolongan mereka.
Lalu perseteruan sengitpun meluap, seorang muslim menolong perempuan itu dan seorang Yahudi itu dibunuhnya. Kaum Yahudi mengamuk dan membunuh seorang muslim tadi kemudian fitnahpun memanas kebencian menyulut. Setelah kejadian ini, Nabi saw menakut-nakuti kaum Yahudi atas akibat perbuatan orang-orang Quraisy dengan apa yang mereka lakukan dan mengecam kepada mereka jika kalian masih mau tinggal di sini maka mereka harus menyerah. Bani Qainuqa' berkata: Kau jangan tertipu dengan kekalahan penduduk Mekah, mereka bukan pemuda-pemuda ahli perang. Jika kami berperang denganmu, maka akan kami tunjukkan padamu siapa kami dan apa yang dapat kami perbuat kepadamu. Kemudian Allah menurunkan ayat yang berkenaan dengan hal ini:
Nabi terpaksa mengepung dan mengurung mereka, dan pengepungan mereka berlangsung selama 15 hari, siang dan malam. Ketika mereka menyerahkan diri, Abdullah bin Ubay memohon-mohon supaya Nabi membiarkan mereka hidup dan tidak membunuh mereka, dan mengasingkan mereka ke kota Syam. Pengepungan sekelompok dari kaum Yahudi ini terjadi di bulan Syawal pada tahun kedua hijrah.[57]
Tahun ke-3 H, para Quraisy meminta bantuan kepada para sekutunya untuk bersatu menentang kaum muslimin dan dengan pasukan yang bersenjatakan lengkap bergerak berjalan menuju Madinah dengan dipimpin oleh Abu Sufyan. Mulanya Nabi saw ingin menetap di Madinah, namun pada akhirnya, beliau merencanakannya di luar kota untuk menghadapi pasukkan musuh yang datang dari Mekah. Di sebuah tempat dekat gunung Uhud, kedua pasukan berhadap-hadapan satu dengan yang lainnya dan meskipun pada mulanya kemenangan berada di pihak kaum muslimin namun dengan strategi yang digunakan oleh Khalid bin Walid dengan mengambil kesempatan dari kelalaian kelompok kaum muslimin, kaum musyrikin menyerang dari belakang dan mulai sibuk membunuh dan menghabisi kaum muslimin. Dalam peperangan ini Sayidina Hamzah paman Nabi saw syahid dan Nabi sendiri terluka dan isu terbunuhnya Nabi juga membuat semangat perang kaum muslimin menjadi lemah. Kaum muslimin sedih dan kembali ke kota Madinah dan beberapa ayat Alquran mengenai peristiwa ini turun, yang isinya mencakup belasungkawa kepada kaum muslimin.
Peristiwa Ghadir Khum
Dalam perjalanan pulang ke Madinah, Nabi turun di sebuah tempat daerah Juhfah yang tempat tersebut adalah jalan perpisahan warga Mesir, Hijaz dan Irak. Di sebuah lembah yang dikenal dengan nama Ghadir Khum, perintah Allah sampai kepada beliau supaya beliau melantik Ali as sebagai penggantinya dan dengan ibarat yang lebih jelas adalah nasib pemerintahan Islami harus sudah jelas setelah keberangkatan Nabi saw. Rasulullah dalam perkumpulan kaum muslimin yang para ahli sejarah menulis jumlah mereka sekitar antara 90 sampai 100 ribu orang, Nabi mendeklarasikan dan bersabda:
Setelah kepulangan Nabi dari ibadah haji, sementara Islam semakin hari semakin terlihat kuat dan perkasa. Kesehatan Rasulullah pun terancam, namun dengan adanya sakit yang dia derita, Nabi masih tetap mempersiapkan sebuah pasukan yang dipimpin oleh Usamah bin Zaid untuk membalas kekalahan kaum muslimin di perang Mu'tah. Namun sebelum pasukan ini pergi untuk menjalankan perintah tersebut, Rasulullah saw telah pergi menemui Tuhannya. Dan disaat beliau pulang keharibaan-Nya, persatuan Islam telah terealisasi di seluruh semenanjung jazirah Arab dan Islam dibawa ke perbatasan pintu masuk dua kaisar agung Iran dan Romawi.
Pada permulaan tahun ke-11 H, Nabi terserang sakit dan kemudian wafat. Ketika sakitnya Nabi sudah mulai parah, ia naik ke mimbar dan berpesan kepada kaum muslimin supaya mereka saling kasih sayang dengan sesama mereka dan ia berkata: Jika seseorang mempunyai hak padaku maka ambillah atau halalkan dan jika seseorang merasa aku telah mengganggunya, sekarang aku siap untuk menerima balasan.[82]
Menurut penukilan Shahih Bukhari, salah satu dari buku-buku Ahlusunah yang paling penting, pada hari-hari terakhir kehidupan Rasulullah, ketika sekelompok sahabat pergi berkunjung, beliau berkata: Bawalah sebuah pena dan kertas untuk aku tulis sesuatu untuk kalian, yang dengannya kalian tidak akan pernah tersesat. Beberapa orang dari para hadirin mengatakan: penyakit ini telah mengalahkan Nabi saw (dan dia mengigau) dan kami telah memiliki Alquran dan itu sudah cukup bagi kami. Terdengar huru-hara dan pertengkaran di tengah-tengah para hadirin, beberapa orang dari mereka berkata: "Bawakan kepada Nabi supaya beliau menulis dan sebagian lainnya mengatakan hal yang lain lagi, Nabi saw berkata:" Bangun dan pergilah kalian dari hadapanku. "[83] Di dalam buku Shahih Muslim, yang juga merupakan salah satu buku yang paling penting dari Ahlusunah, seseorang yang menentang kata-kata Nabi diperkenalkan bahwa dia adalah Umar bin Khattab. Dalam buku yang sama, sebagaimana halnya Sahih Bukhari, Ibnu Abbas senantiasa terus menyayangkan kejadian ini dan menganggapnya sebagai bencana yang besar. [84]
Nabi saw wafat pada tanggal 28 Safar tahun 11 H/632, atau dalam sebuah riwayat pada tanggal 12 Rabiul Awwal pada tahun yang sama di usianya yang ke-63. Sebagaimana yang tertulis di dalam buku Nahjul Balaghah, ketika ajal Nabi datang, kepalanya berada di antara dada dan leher Imam Ali as.[85]
Dan ketika itu, di antara putra-putri beliau yang hidup hanya Sayidah Fatimah sa. Putra-putranya yang lain yang di antaranya adalah Ibrahim yang lahir satu atau dua tahun sebelum beliau wafat, semua telah meninggal dunia. Jasad suci Nabi saw dimandikan dan dikafani oleh Imam Ali as dan dibantu dengan beberapa orang dari keluarganya dan ia dimakamkan di dalam rumahnya yang sekarang berada di dalam Masjid al-Nabawi.
Sementara Ali bin Abi Thalib as dan Bani Hasyim masih sedang mengurus acara pemakaman Nabi, sebagian orang dari para pemimpin kaum tidak memberikan perhatian pada omongan Rasulullah yang telah beliau sampaikan dua bulan yang lalu (lihat: peristiwa Ghadir) dan mereka berpikir bahwa mereka harus menentukan taklif pemimpin umat. Sebagian dari penduduk Mekah (Muhajirin) dan Madinah (Anshar) mengadakan pertemuan di sebuah tempat yang terkenal dengan nama Saqifah Bani Sa'idah. Mereka berkehendak secepatnya untuk memilih seorang pemimpin untuk kaum muslimin. Adapun siapa yang akan dipilih, mereka saling berbincang dan berdebat.[86] Setiap satu dari dua belah pihak Muhajir dan Anshar mereka sendiri merasa lebih pantas dari yang lainnya. Penduduk Mekah berkata: Islam muncul di kota dan di tengah-tengah kami; Nabi dari kaum kami; Kami adalah keluarganya; kami lebih dahulu menerima agama ini di banding kalian, oleh karena itu kepemimpinan kaum muslimin harus dari para Muhajir. Anshar berkata: Penduduk Mekah tidak menerima ajakan Muhammad saw. Dengannya mereka tidak bertindak baik dan bahkan memusuhinya; sebagaimana mereka mampu mengusiknya sehingga dengan terpaksa dia meninggalkan Mekah dan datang ke sisi kami Yatsrib; oleh karena itu, kami dululah yang menolongnya dan kamilah yang memarakkan Islam, oleh karena itu kepemimpinan kaum muslimin harus dipilih dari Anshar. Sebagian orang dari Anshar sudah merasa puas jika urusan pemerintah diurus oleh kedua belah pihak Muhajir dan Anshar dan mereka berkata: Dari kami seorang pemimpin dan dari Muhajirin seorang pemimpin. Akan tetapi Abu Bakar tidak setuju dengan pendapat tersebut dan berkata: Langkah semacam ini akan merusak persatuan umat Islam. Pemimpin dari kami dan para pejabat pembantu dipilih dari kalangan Anshar dan tanpa persetujuan mereka segala urusan tidak sah dan kemudian menukil sebuah riwayat dari Nabi saw yang berkata:
Riwayat ini diambil dari banyak hadis, walaupun dari segi teks dan sanadnya (dengan ibarat semacam ini) dapat didiskusikan kembali, namun itu adalah sebuah perkataan yang sangat efektif dan memberikan pengaruh yang cukup besar pada pertemuan-pertemuan semacam ini sehingga mengakhiri perdebatan Anshar.[87]
Selain riwayat yang dikemukakan oleh Abu Bakar, sepertinya permusuhan lama yang terpendam di tubuh dua kabilah Anshar, Aus dan Khazraj juga, tidak sedikit pengaruhnya terhadap alur pemikiran Muhajirin, karena jika saja kepemimpinan sampai ke tangan Anshar, kedua belah pihak suku tersebut tidak akan puas dengan kepemimpinan kabilah yang lainnya.
Perkataan Basyir bin Saad dari kabilah Kazraj yang menyetujui perkatan Abu Bakar dan kepuasannya dengan kepemimpinan kaum Muhajirin adalah salah satu tanda bukti hal tersebut. Karena kepemimpinan kaum Muhajirin dan Quraisy adalah hal yang sudah diterima, akhirnya perbincangan tiba pada sosok pribadi. Dua tiga orang yang memegang kekuasaan penuh majelis tersebut setiap satu dari mereka berpandangan dan akhirnya Umar dan Abu Ubaidah Jarrah, menerima Abu Bakar sebagai pemimpin dan berbaiat kepadanya. Kemudian kebanyakan dari para hadirin juga mengikuti apa yang mereka lakukan.
Keesokan harinya Abu Bakar pergi ke Masjid Nabi. Umar mengutarakan sebuah ceramah mengenai keutamaan Abu Bakar dan keterdahuluannya dalam memeluk Islam dan layanan serta khidmat pertolongan yang ia lakukan untuk agama dan menyebutkan kebersamaannya dengan Rasulullah dari Mekah ke Madinah, dan meminta kepada masyarakat untuk membaiatnya. Dan masyarakat juga membaiatnya, kecuali sebagian dari Anshar dan keluarga-keluraga Nabi yang ada di majelis tersebut tidak berkenan membaiatnya dan Abu Bakar secara resmi menjadi khalifah. Dan karena pada khilafah Abu Bakar sebagian orang dari Muhajirin dan Anshar telah berkumpul di Saqifah dan telah menentukan seorang khalifah dan orang-orang yang lainnya juga menerima dengan apa adanya, maka perbuatan semacam ini telah menjadi sebuah tradisi sunnah.
Abu Bakar dalam majelis tersebut menyampaikan khutbahnya dan di sela-sela khutbah tersebut berkata: "Aku yang kalian pilih untuk menjadi pemimpin kalian bukanlah orang yang terbaik di antara kalian, dan aku siap melepaskan tanggung jawab ini dari pundakku. Aku berpegang pada Alquran dan Sunnah Nabi dalam mengatur urusanku dan urusan kaum muslimin."[88]
Badan Nabi saw tinggal di rumah Aisyah. Keluarga-keluarga beliau berada di sekelilingnya; fikih Islam berkata: Dalam upacara memandikan dan mensalati mayat tidak boleh ditunda-tunda; ini cermin bagi setiap muslim. Pemakaman Nabi Islam memiliki tradisi tersendiri. Mengapa para pembesar terbengkalai dari keutamaan ini, mungkin takut terkena fitnah dan mereka ingin secepatnya memilih pemimpin umat, namun apakah formalitas semacam ini telah menghabiskan banyak waktu?[89] Dari zaman itu sampai sekarang sudah lewat hampir lebih dari 14 abad. Mereka yang berada dalam perkumpulan itu dan menempatkan kedudukan mereka sebagai wakil kaum muslimin apakah mereka melakukannya demi Islam ataukah mereka khawatir akan pecahnya persatuan kaum muslimin, kita tidak tahu. Yang penting hal itu sudah sampai di sisi Allah sebagai Tuhannya dan perhitungannya ada pada-Nya. Namun dari sejak hari itu, telah muncul perpecahan di tengah komunitas kaum muslimin yang sama sekali tidak akan pernah bersatu.[90]
Dari kelompok yang enggan berbaiat adalah Saad bin Ubadah, ketua kabilah Khazraj yang berbaiat kepada Abu Bakar, dan ia tidak pernah hadir sama sekali dalam salat yang dia dirikan. Di masa-masa kekhilafahannya, Umar ia pergi ke Syam dan bermalam di suatu tempat bernama Hauran sebuah kota besar di bawah naungan Damaskus.
Di pertengahan malam orang-orang melihatnya terkapar luka dikarenakan panah. Orang-orang berkata: Para jin telah membunuhnya kemudian orang-orang dalam pembunuhannya membuat sebuah syair:
Selain Saad, Ali as dan Bani Hasyim serta beberapa orang dari para sahabat juga hingga beberapa waktu enggan berbaiat kepada Abu Bakar. Sebagian dari ahli sejarah menulis:
Dengan demikian, Abbas, Zubair dan yang lainnya merasa bimbang untuk berbaiat kepada Abu Bakar, namun akhirnya mereka memastikan diri untuk berbaiat dan pemerintahanpun terlaksana dengan baik.[91]
Nabi saw sebelum diutus, 40 tahun hidup di tengah-tengah masyarakat. Kehidupannya kosong dari kemunafikan, sifat-sifat yang kotor dan hal-hal yang tidak terpuji. Beliau dikenal dan dianggap oleh orang lain sebagai seorang yang jujur dan dipercaya (al-Amin). Nabi kemudian ketika menyampaikan risalahnya, mereka tidak mendustakan kepribadiannya akan tetapi mereka mengingkari ayat-ayat yang dibawanya. Hal ini juga disinggung dalam Alquran:
Juga dinukil dari Abu Jahal yang berkata: Kami tidak mendustakanmu, akan tetapi kami tidak menerima tanda-tanda yang kamu bawa. [93] Nabi saw di permulaan risalahnya kepada Quraisy, berkata:
Ketika itu Nabi mengatakan bahwa beliau telah diutus oleh Allah untuk memberi peringatan kepada masyarakat.
Selain latar belakang yang baik, urgensitas kabilah dan keluarga Nabi saw dan juga beliau dari kalangan Arab sendiri memiliki peran penting pada kedudukan dan keberhasilan Nabi. Kabilah Quraisy sejak dulu dari tahun-tahun sebelumnya adalah sebuah kabilah yang sudah tersohor dan memiliki kedudukan penting di kalangan Arab. Kepentingan ini telah menyebabkan banyak dari para kabilah yang menerimanya sebagai kabilah yang tak tertandingi sehingga pada batas-batas tertentu sebagian kabilah mengikutinya dalam berbagai urusan. Dari sisi lain, kakek buyut Nabi (Qushai bin Kilab, Hasyim dan Abdul Muththalib adalah sosok-sosok pribadi terkenal yang memiliki kemuliaan dan keagungan.
Komunitas semenanjung Arab pada waktu itu, adalah sebuah komunitas tertutup dan tidak memiliki hubungan kebudayaan tertentu dengan daerah-daerah lain. Kondisi semacam ini memunculkan semangat Arabisme secara kuat di dalam diri mereka dan hal ini menyebabkan mereka tidak dapat menerima orang lain karena mereka orang lain dan mereka hanya menerima apa yang datang dari diri mereka sendiri. Barangkali ayat dibawah ini mengisyaratkan hal ini:
Mengingat bahwa penduduk Arab adalah audien pertama Islam, maka jati diri Nabi saw sebagai orang Arab telah menambah kuat penerimaan pesan dan nasehatnya di kalangan mereka. Alquran juga telah mengisyaratkan hal tersebut.[96]
Keistimewaan yang paling tinggi dan yang paling mencolok dari sosok pribadi Nabi saw adalah dimensi akhlak yang beliau sandang. Alquran dalam hal ini mensifati: وَ إِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظيمٍ Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. [97]
Dalam mensifati prilaku dan sifat-sifat Nabi saw mereka mengatakan: Dia kebanyakannya diam dan tidak berbicara kecuali seperlunya saja. Dan sama sekali jarang membuka mulutnya. Banyak tersenyum dan tidak pernah tertawa terbahak-bahak, ketika hendak menghadap seseorang beliau dengan seluruh tubuhnya berbalik. Dia sangat senang terhadap kebersihan dan aroma yang harum, yang mana jika seseorang melewati sebuah tempat yang pernah didatanginya, seakan-akan merasakan kehadirannya di tempat tersebut karena aroma yang tertinggal masih terasa.
Dia hidup dalam puncak kesederhanaan dan makan di atas lantai dan tidak pernah sombong. Dia makan tidak pernah sampai kenyang. Dan di sebagian besar waktu, khususnya ketika dia baru memasuki Madinah, dia mampu menahan rasa laparnya. Dengan ini semua, dia tidak hidup seperti para pendeta, dan dia berkata kepada dirinya sendiri bahwa dia akan memanfaatkan kenikmatan-kenikmatan dunia, dia juga sering berpuasa dan beribadah.
Prilakunya dengan sesama muslim bahkan dengan non muslim berlaku dengan cara yang bijaksana, penuh derma, penuh kasih dan pemaaf. Perjalanan hidup dan kehidupannya begitu menyejukkan hati kaum muslimin sehingga sampai dinukil ke pelosok-pelosok daerah dan hal tersebut sampai sekarang menjadi panutan dan tauladan bagi kita semua. [98]
Amirul Mukminin Ali as dalam mensifati paras Nabi saw mengatakan: "Siapa saja yang melihatnya sebelum mengenalnya, ia akan merasakan kewibawaannya. Dan siapa saja yang berinteraksi dengannya dan atau mengenalnya ia akan menyukainya. [99]
Nabi membagi pandangannya di tengah kaum muslimin dan melihat mereka dengan kadar yang sama. [100] Dia sama sekali tidak berjabatan tangan dengan seseorang dan kemudian melepas tangannya kecuali orang tersebut melepaskan tangannya terlebih dahulu. [101]
Nabi saw dengan siapa saja berkomunikasi sesuai dengan kadar kapasitas akal orang yang diajak bicara. [102] Pengampunan dan pemaafannya bagi orang yang telah menzaliminya begitu tersohor [103] sehingga Wahsyi (pembunuh pamannya Hamzah) dan Abu Sufyan musuh utama Islam juga dimaafkan.
Nabi saw hidup dalam kezuhudan. Di sepanjang umurnya, dia tidak memiliki sesudut kamarpun untuk dirinya dan kamar-kamar sederhana yang terbuat dari tanah, yang ada di samping masjid itu adalah khusus milik istri-istrinya. Atapnya terbuat dari batang kurma dan pintunya digantungi korden yang terbuat dari bulu-bulu kambing atau bulu-bulu unta sebagai ganti dari pintu kayu. Kemudian beliau juga mempunyai sebuah bantal kepala yang isinya penuh dengan daun-daun kurma. Kasur dari kulit yang dipenuhi dengan daun-daun kurma yang mana sepanjang umur, beliau tidur di atasnya. Selimutnya terbuat dari kain yang kasar yang membuat badan gatal dan beliau juga memiliki kain selempang yang terbuat dari bulu unta. Padahal ketika itu, beliau baru saja menyelesaikan peperangan Hunain yang mana harta rampasan dari perang tersebut adalah empat ratus ribu unta, lebih dari empat puluh ribu domba, emas dan perak dengan kadar yang tidak sedikit, yang telah beliau bagikan ke sana dan ke sini.
Makanannya dikirim dari rumah, perlengkapan serta baju yang dipakainya sangat zuhud. Apalagi lewat berbulan-bulan di rumahnya api tidak menyala untuk memasak, makanannya secara keseluruhan adalah kurma, dan roti yang terbuat dari tepung ju (seperti gandum). Dua hari berturut-turut beliau tidak pernah makan dengan perut kenyang. Beliau sehari dua kali tidak beranjak dari taplak meja makan dengan perut kenyang. Sering kali beliau dan keluarganya malam-malam tidur dalam keadaan lapar. Suatu hari Fatimah membawa roti ju untuknya dan berkata: Aku membuat roti dan hatiku tidak puas jika aku tidak membawakannya untukmu. Makanlah itu dan lantas Nabi berkata: "Hanya makanan inilah yang ayahmu makan dari semenjak tiga hari yang lalu". Suatu ketika di perkebunan kurma salah satu dari sahabat Anshar sedang makan kurma, beliau bersabda: "Sudah hari keempat aku tidak makan". Terkadang saking laparnya, dia meletakkan batu ke perut dan mengikatnya (sehingga rasa lapar dapat teratasi). Ketika dia wafat perisainya digadaikan dengan tiga puluh canting ju kepada seorang Yahudi. [104]
Peran Nabi Muhammad sebagai Ayah
Dikutip dari buku Jangan Sakiti Rasulullah Al-Mustafa karya H. Miftahur Rahman, Nabi Muhammad SAW menunjukkan perannya sebagai ayah untuk melindungi anaknya.
Nabi SAW memberikan contoh penghargaan kepada anak perempuannya, ketika memperlakukan Sayyidah Fatimah. Nabi SAW memanggilnya dengan sebutan "Ummu Abiha" (ibu dari bapaknya), sebagai penghormatan atas kebaktian Sayyidah Fatimah dalam berkhidmat pada ayahnya.
Jika Sayyidah Fatimah datang, Nabi SAW segera berdiri. Ia menjemput Fatimah, mengambil tangannya, dan menciumnya. (HR Tirmidzi, Sunan Abu Daud). "Fathimah belahan nyawaku. Siapa yang membuatnya marah, ia membuatku marah. Siapa yang menyakitinya, ia menyakitiku." Begitulah perkataannya di hadapan para sahabat ketika berada dalam majelis. Betapa beliau memuliakan dan sangat menyayangi anaknya.
Sebagai orang tua, mestinya memahami bahwa setiap hal yang dilakukan orang tua untuk anak-anaknya adalah penuh makna, mencerminkan kasih sayang yang mendalam dalam hati ibu dan ayah. Kasih sayang ini perlu ditunjukkan secara nyata dan dirasakan oleh anak melalui berbagai cara dari waktu ke waktu.
Rasulullah SAW juga memberikan teladan terbaik dalam mencintai putra-putrinya dan keluarganya. Beliau menunjukkan sikap sebagai seorang ayah yang lembut, penuh cinta, kasih sayang, dan belas kasih.
Rasulullah SAW tidak hanya menolong dan memperhatikan anak-anaknya, tetapi juga menjaga mereka dengan penuh perhatian. Kecintaan beliau yang mendalam ini seringkali membuat orang lain terkesan dan penasaran.
'Aisyah Ummul Mukminin RA berkata, "Ada orang Arab yang datang kepada Rasulullah SAW dan berkata, 'Sesungguhnya anda mencium anak-anak Anda padahal kami tidak pernah menciumi mereka?' Maka Rasulullah SAW bersabda, 'Apa yang dapat aku perbuat jika Allah telah mencabut kasih sayang di hatimu'?"
Dan diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA, ia berkata, "Rasulullah SAW mencium Hasan bin Ali, sedangkan di sisinya ada al-Aqra' bin Hajis at-Tamimi. Maka berkatalah al-Aqra',
"Sesungguhnya aku mempunyai sepuluh anak namun belum pernah aku mencium salah seorang di antara mereka." Maka Rasulullah SAW mengarahkan pandangannya kepadanya seraya bersabda, "Barang siapa yang tidak menyayang maka tidak akan disayang."
Riwayat ini menunjukkan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah contoh utama seorang ayah yang penuh kasih sayang, yang secara aktif menunjukkan cinta dan perhatian kepada anak-anaknya.
Muhammad bin Abdillah bin Abdul Muththalib bin Hasyim (bahasa Arab:محمد بنعبداللّه بنعبدالمطّلب بنهاشم) lahir pada Tahun Gajah, bertepatan dengan tahun 570 di kota Makkah dan wafat pada 11 H/632 di kota Madinah. Nabi Besar Islam Muhammad saw termasuk dari salah seorang nabi Ulul Azmi dan sebagai nabi Allah yang terakhir, sebagai pengemban Alquran yang merupakan mukjizat utamanya. Ia mengajak umat manusia untuk berakhlak dan menyembah Allah Yang Esa. Ia adalah seorang pemimpin bijaksana, perintis syariat, pembaharu umat dan juga termasuk seorang panglima perang.
Walaupun ia lahir di tengah-tengah masyarakat Arab yang musyrik, namun selama hidupnya, ia senantiasa menjauhkan diri dari penyembahan patung-patung berhala serta menjaga dirinya dari perbuatan-perbuatan buruk yang pada saat itu menjadi tradisi dalam masyarakat Arab Jahiliyah, Sampai pada akhirnya, di saat ia berusia 40 tahun, Allah melantiknya menjadi seorang Nabi. Pesan terpentingnya adalah mengajak umat manusia untuk bertauhid dan menyempurnakan akhlak. Walaupun kaum Musyrikin Makkah selama bertahun-tahun berlaku buruk kepadanya dan menyiksa sebagian dari pengikutnya, namun ia dan para pengikutnya sama sekali tidak melepaskan diri dari Islam. Setelah selama 13 tahun berdakwah di Makkah, akhirnya ia berhijrah ke Madinah. Hijrahnya ke Madinah adalah awal permulaan penanggalan Islam. Ia di Madinah telah menghadapi beberapa peperangan dengan pihak kaum Musyrikin yang akhirnya kemenangan berada di tangan kaum Muslimin.
Nabi saw dengan usaha dan jerih payahnya telah mengubah masyarakat Arab Jahiliyah dalam waktu yang singkat menjadi masyarakat yang bertauhid. Di masa hidupnya hampir seluruh masyarakat di semenanjung Arab telah memeluk Islam sebagai agama mereka. Dan pada periode selanjutnya hingga kini perkembangan Islam semakin terus berlanjut dan kini menjadi sebuah agama yang mendunia dan terus berkembang. Nabi saw telah berpesan kepada kaum Muslimin bahwa sepeninggalnya, hendaklah mereka berpegang teguh pada Alquran dan Ahlulbaitnya (lihat:Hadis Tsaqalain) dan jangan sampai terpisah dari keduanya. Hal tersebut disampaikannya dalam berbagai kesempatan, di antaranya pada peristiwa Ghadir, saat Imam Ali as dilantik sebagai khalifah sepeninggalnya kelak.
Peperangan Ahzab, Bani Quraizhah dan Bani Mushtaliq
Abu Sufyan pada tahun ke-4 H membawa sekelompok orang ke daerah Badar, namun di pertengahan jalan berubah pikiran dan kembali. Kepulangannya ini dalam pandangan para pembesar Quraisy, membuat posisi kepemimpinannya menjadi lemah dan terpaksa dia harus menyiapkan pasukan yang sangat besar dan terdidik untuk mengembalikan kepercayaan para pembesar Quraisy. Dan akhirnya pada tahun ke-5 H, sebuah pasukan besar antara tujuh hingga sepuluh ribu orang tentara telah disiapkan yang mana enam ratus orang berkuda termasuk dari pasukan tersebut. Dan pasukan besar ini berjalan menuju Madinah. Karena pasukan ini terdiri dari berbagai macam kabilah yang berbeda maka perang ini dinamakan perang Ahzab. Selain itu pula, dalam peperangan ini sekelompok dari kaum Yahudi Bani Nadhir yang tinggal di kota Khaibar, telah bersatu bersama kaum Quraisy dan kabilah Ghatafan untuk menyerang Nabi. Orang-orang Yahudi Bani Quraizhah yang tinggal di sekitar Madinah juga, yang berjanji tidak akan membantu kaum Quraisy, berkhianat dan bersatu dengan penduduk Mekah. Dalam menghadapi pasukan yang sedemikian besar, jumlah pasukan Nabi hanya tiga ribu orang tentara, sejumlah darinya mengendarai kuda dan yang lainnya berjalan kaki.
Sikap penduduk Madinah kali ini berbeda dengan perang Uhud, mereka menerima jika kota harus berada dalam keadaan pertahanan. Di dalam perang ini Salman al-Farisi memainkan peranannya dan menurutnya untuk menjaga kota sebaiknya di sekitar kota dibuatkan sebuah parit dengan ukuran yang besar dan dalam. Madinah dari tiga arah sisinya telah terjaga dengan perkebunan kurma dan bangunan-bangunan dan musuh tidak mampu menyerang dari tiga arah sisi tersebut; dan dengan membuat parit di sebelah utara, tempat itu pula aman dari serangan musuh yang berkuda. Sebelum pasukan musuh sampai mendekati Madinah, pekerjaan menggali parit pun selesai. Ketika para musuh sampai di sana mereka terkejut dan tercengang melihat keadaan sekitar mereka, karena sampai saat itu, mereka belum pernah melihat penghalang yang begitu canggih dalam peperangan. Para penunggang kuda tidak mampu menerjang parit, jika saja mampu maka para pemanah tidak membiarkan mereka hidup.
Amr bin Abdiwudd dan Ikrimah bin Abi Jahal berencana untuk melewati parit. Amr yang terkenal dengan keberaniannya tewas di tangan Imam Ali as. Tampaknya perang Khandaq untuk kota Madinah sangat merugikan. Pasukan dalam jumlah yang kecil berhadapan dengan pasukan tentara musuh yang begitu besar, apa yang dapat dilakukan? Mulanya Nabi berkehendak memisahkan kabilah Ghatafan dari kumpulan pasukan. Kepada mereka dikirim sebuah pesan sepertiga dari penghasilan kota Madinah akan menjadi pendapatan mereka dengan syarat mereka jangan bekerjasama dengan kaum Quraisy. Kaum Anshar berkata kepada Rasulullah: Perdamaian ini apakah merupakan wahyu dari langit? Beliau menjawab: tidak. Mereka berkata: Kalau begitu kami tidak bisa menerima kekalahan ini. Pada waktu dimana Allah tidak memberikan petunjuk kepada kami untuk masuk agama Islam, kami tidak melakukan sesuatu yang hina, hari ini Allah telah membahagikan kami dengan perantaramu bagaimana mungkin kita menjadikan diri kita hina. Pada akhirnya perdamaian itu tidak dilakukan.
Namun satu dua orang dari kaum muslimin yang tidak pernah menampakkan keislamannya, dari satu sisi mengikat hubungan dengan Bani Quraizhah dan dari lain sisi berhubungan dengan Bani Ghatafan. Dan kedua orang tersebut satu sama lain saling curiga. Ketentuan langit juga mendukung; angin dan udara dingin yang menusuk membuat sulit pekerjaan para pasukan Mekah. Abu Sufyan memerintahkan pasukan untuk kembali dan setelah lima belas hari pengepungan Madinah pun bebas.
Akhir dari perang Ahzab bagi kaum muslimin begitu memberi harapan, namun bagi penduduk Mekah merupakan musibah yang sangat berat. Sudah dipastikan para pedagang Quraisy pasar Madinah telah lepas dari tangan mereka untuk selamanya. Selain itu, kekuatan Madinah membahayakan garis perdagangan Mekah yang menuju ke Suriah. Para pedagang Quraisy tidak lagi bisa melakukan pekerjaaan mereka dengan leluasa. Posisi kepemimpinan Abu Sufyan dalam pandangan Quraisy guncang. Kebesaran Quraisy di mata para kabilah selainnya jatuh. Terjadinya sebuah peristiwa yang tidak disangka-sangka, dimana pasukan yang begitu besar dapat mereka usir dari pintu-pintu gerbang kota dengan membawa kekalahan. Sebagian orang-orang Arab badui mulai condong kepada agama Islam dan mereka meyakini Islam memiliki kekuatan yang luar biasa yang dapat menolong kaum muslimin dan setelah peperangan ini perkara berubah menguntungkan kaum muslimin.[61]
Setelah perang Ahzab berakhir, Nabi pergi menemui kaum Yahudi Bani Quraizhah. Selama orang-orang Yahudi tidak bangkit menyerang kaum muslimin, maka mereka tetap akan aman, hal itu dikarenakan perjanjian Madinah. Namun mereka telah bersatu dengan musuh-musuh Islam dalam perang Ahzab. Kelompok ini tentu saja perlu dikhawatirkan dan juga tidak bisa dianggap mudah. Nabi pergi mendatangi dan mengepung mereka, yang pada akhirnya setelah 25 malam, mereka menyerah. Kabilah Aus yang memiliki perjanjian dengan Bani Quraizhah berkata kepada Nabi: Bani Quraizhah, mereka adalah pihak seperjanjian dengan kami dan mereka menyesal dengan apa yang telah mereka perbuat; perlakukanlah kepada pihak-pihak seperjanjian kami sebagaimana engkau perlakukan kepada pihak-pihak seperjanjian kaum Khazraj yaitu Bani Qainuqa, sebagaimana kita lihat bahwa Rasulullah sebagian kelompok dari para tawanan Yahudi diberikan kepada Abdullah bin Ubay sebagai pihak seperjanjian mereka. Kemudian Nabi menyerahkan pemutusan hukuman para tawanan Bani Quraizhah kepada Sa'ad bin Muadz, ketua kabilah Aus. Bani Quraizhah pun setuju atas keputusan tersebut. Sa'ad berkata: Pendapatku adalah semua laki-laki Yahudi harus dibunuh, dan perempuan-perempuan mereka beserta anak-anak mereka ditawan. Kemudian mereka menghukumi menurut pendapat Sa'ad dengan menggali parit dan semua lelaki Bani Quraizhah di samping parit dihukum dengan potong leher.[62]
Tentunya para ahli sejarah mengenai cerita di atas berbeda pendapat. Doktor Syahidi menulis: Tampaknya cerita Bani Quraizhah dimanipulasi oleh seorang pembawa cerita dari keturunan Khazraj beberapa tahun setelah kejadian sejarah dan ketika keturunan yang sekarang ini berada dalam pengepungan itu, sehingga ditampakkan kemuliaan kabilah Aus di sisi Nabi saw tidak setara dengan kabilah Khazraj dan untuk itulah Nabi tidak membunuh pihak seperjanjian kabilah Khazraj, namun memenggal kepala pihak seperjanjian kabilah Aus. Dan juga berkehendak menampakkan bahwa kepala suku kabilah Aus telah menjaga pihak seperjanjiannya.[63]
Di tahun ke-6 H, kaum muslimin berhasil mengalahkan Bani Mustaliq yang telah berkumpul untuk menentang Nabi saw. [64]
Pada tahun ke-7 H, Nabi saw mendapatkan kemenangan atas kaum Yahudi Khaibar yang mana sebelumnya telah beberapa kali melakukan perjanjian dengan para musuh untuk menentangnya dan Nabi saw merasa tidak tenang dari pihak mereka. Benteng Khaibar terletak di dekat kota Madinah, berhasil ditaklukkan kaum muslimin dan Nabi saw tidak menolak jika orang-orang Yahudi melanjutkan pekerjaan mereka dengan berkebun di ladang dan setiap tahun mereka membayarkan sebagian hasilnya kepada kaum muslimin.[65]
Pekerjaan membuka salah satu benteng Khaibar pada perang Khaibar, adalah hal yang sangat sulit, Nabi secara bergantian mengirim Abu Bakar dan Umar untuk membuka benteng tersebut, namun mereka tidak sanggup dan Nabi saw berkata:
Keesokan harinya Nabi memanggil Ali, dan sakit mata yang dideritanya sembuh diobati dengan air ludah Nabi dan berkata kepadanya: Ambillah bendera ini dan majulah, Allah akan memenangkanmu.
Menurut riwayat Ibnu Ishak dari Abu Rafi': Ali as pergi mendekati benteng dan berperang dengan mereka dan dikarenakan perisai yang dipakainya terlepas dari tangannya akibat pukulan seorang Yahudi, pintu salah satu benteng diangkat dan dijadikannya sebagai perisai dan sampai saatnya pembukaan selesai, pintu tersebut masih di tangan beliau dan seusai peperangan dia melemparkannya. Abu Rafi' berkata: Aku dan tujuh orang lainnya setiap kali hendak mengangkat pintu tersebut dari tempatnya tidak mampu kami lakukan.[66]
Perang Ahzab, menyerahnya kaum Yahudi Bani Quraizhah dan dua tiga perang yang terjadi pada tahun ke-6 H yang berakhir dengan kemenangan kaum muslimin dan keuntungan-keuntungan harta rampasan perang yang berhasil diraih mereka, telah membuat kekuatan Islam semakin meningkat dalam pandangan penduduk semenanjung Arab, sehingga banyak dari kabilah-kabilah masuk Islam atau bersekutu dengan kaum muslimin.[67]
Di bulan Dzulkaidah tahun ke-6 H, Nabi beserta seribu limaratus orang dari penduduk Madinah berjalan menuju kota Mekah guna menunaikan ibadah umrah.
Quraisy yang tahu akan tujuan Nabi mereka telah siap untuk menghadang beliau. Pertama, mereka mengirim Khalid bin Walid dan Ikrimah bin Abi Jahal supaya mencegah sampainya Rasulullah ke Mekah. Nabi saw ketika itu berhenti di sebuah tempat bernama Hudaibiyah dan permulaan daerah kawasan haram dan mengirim pesan kepada penduduk Mekah bahwa kami datang untuk berziarah bukan untuk berperang. Quraisy tidak menerima. Akhirnya antara beliau dan perwakilan penduduk Mekah menandatangani sebuah surat perdamaian yang dengan surat tersebut antara kedua belah pihak tidak akan mengadakan peperangan selama sepuluh tahun.
Di tahun ini, kaum muslimin tidak berhak masuk ke Mekah, akan tetapi di tahun mendatang pada saat-saat seperti ini penduduk kota akan keluar dari kota Makkah dan kota akan diserahkan kepada kaum muslimin selama tiga hari sehingga mereka dapat berziarah dengan leluasa. Satu lagi dari butir surat perjanjian ini adalah: Siapa saja dari penduduk Mekah yang datang kepada Muhammad maka dia harus kembali ke Mekah, tetapi jika seseorang yang pergi dari Madinah ke Mekah, Quraisy tidak mesti mengembalikannya. Butir lainnya dari surat perjanjian itu adalah setiap kabilah bebas untuk melakukan perjanjian kepada Quraisy atau Muhammad saw.[68]
Sebagian dari para sahabat Nabi karena tidak mampu mencerna isi surat perjanjian ini dan apa yang akan terjadi di belakangnya mereka merasa gelisah dan mengira itu adalah sebuah kerendahan diri. Tetapi sebenarnya penandatanganan surat perjanjian ini adalah sebuah kemenangan besar bagi kaum muslimin, karena kaum musyrikin Mekah sampai pada saat itu tidak menganggap Nabi dan para sahabatnya dan mereka hendak menghabiskan mereka dari atas bumi, sekarang selain mengganggap resmi keberadaan mereka, mereka juga mengadakan hubungan transaksi dengan Nabi layaknya sesama saudara dan pihak yang sedang bertransaksi. Juga dalam surat perjanjian ini terdapat butir yang menjelaskan bahwa para kabilah bebas memilih, mereka ikut Nabi atau kaum Quraisy, dalam hal ini jika kaum muslimin atau kaum Quraisy berperang dengan pihak seperjanjian mereka maka perjanjian ini akan batal. Dimana nantinya kaum Quraisy dengan tidak menjaga syarat tersebut menyebabkan terjadinya Fathu Mekah.[69]
Pada bulan Dzulkaidah tahun ke-7 H disebabkan perundingan Hudaibiyah Nabi berangkat menuju Mekah. Masuknya Nabi dan kaum muslimin ke Masjidil Haram dan pelaksanaan amalan umrah, kemeriahan upacara dan penghormatan yang diberikan kaum muslimin kepada Nabi mereka dalam pandangan kaum Quraisy telah menjelma dengan besar dan kira-kira sudah merupakan hal yang sangat jelas bahwa untuk berhadapan dengan Muhammad saw mereka merasa tidak mampu; dan mereka yang memiliki pikiran lebih jauh ke depan, tahu bahwa priode kebesaran para pemimpin kabilah dan para pedagang sudah berakhir dan sebuah pintu baru telah terbuka di hadapan khalayak masyarakat. Oleh karena itu, dua orang dari pemuka-pemuka mereka, yaitu Khalid bin Walid dan Amr bin Ash, berangkat ke Madinah dan menyatakan keislaman mereka dan menjadi seorang muslim.[70]
Awal Perjalanan Ke Syam dan Ramalan Seorang Pendeta Nasrani
Para sejarawan menulis bahwa Muhammad ketika kecil pernah mengadakan perjalanan bersama Abu Thalib, pamannya ke Syam dan di pertengahan jalan pada sebuah tempat bernama Bashra seorang pendeta Nasrani bernama Buhaira melihat tanda-tanda kenabian pada dirinya. Ia pun berpesan kepada Abu Thalib untuk menjaga Muhammad dari bahaya gangguan kaum Yahudi sebagai musuhnya. Dikarenakan para rombongan telah menjauh dari Bukhaira, pendeta tersebut menahan Muhammad sejenak dan berkata kepadanya, "Aku bersumpah, demi Latta dan Uzza, apa yang aku tanyakan padamu, jawablah!" Muhammad saw menjawab, "Jangan bertanya kepadaku dengan nama Latta dan Uzza, karena sesungguhnya tidak ada yang lebih aku benci dari kedua nama tersebut." Kemudian Buhaira memberikan sumpah kepadanya dengan nama Allah swt.[11]
Dari peristiwa-peristiwa penting yang terjadi sebelum pernikahan Nabi Muhammad saw, adalah keikutsertaannya dalam sebuah perjanjian bernama Hilf al-Fudhul, di mana sebagian penduduk Mekah ketika itu juga ikut hadir dalam perjanjian tersebut supaya mereka "melindungi dari setiap orang yang terzalimi dan mengembalikan haknya". Nabi saw di kemudian hari memuji perjanjian ini dan mengatakan bahwa seandainya sekali lagi beliau diajak untuk mengadakan perjanjian semacam ini, beliau akan ikut serta. [12]
Ketika Muhammad saw berumur 25 tahun, Abu Thalib berkata kepadanya: "Rombongan Quraisy sudah mulai bersiap-siap untuk berangkat ke Syam. Khadijah binti Khuwailid telah memberikan modal kepada sekelompok dari keluargamu supaya mereka berdagang untuknya dan bersekutu dalam keuntungan. Jika engkau mau dia juga akan menerimamu." Kemudian dia berkata dengan Khadijah dan ia menerimanya. Ibnu Ishaq meriwayatkan bahwa Khadijah telah mengenal Muhammad dengan kepercayaan dan kebesaran yang dimilikinya, kepadanya dipesankan: Jika engkau siap berdagang dengan hartaku, aku akan membayar sahammu lebih tinggi dari yang lain. [13]
Setelah perjalanan dagang inilah Khadijah dinikahi Muhammad saw.
Nabi Muhammad saw menikah dengan Khadijah pada usia 25 tahun.[14] Khadijah menjalani kehidupannya dengan Nabi Muhammad kira-kira selama 25 tahun dan akhirnya pada tahun 10 kenabian ia meninggal dunia. Setelah Khadijah wafat, Nabi menikah dengan Saudah binti Zam'ah bin Qais. Dan istri-istri Nabi setelahnya adalah: Aisyah, Hafsah, Zainab binti Khuzaimah bin Harits, Ummu Habibah binti Abu Sufyan, Ummu Salamah binti Abu Umayyah Makhzumi, Zainab binti Jahsy, Juwairiyah binti Harits bin Abi Dhirar, Shafiyah binti Huyai bin Akhtab, dan Maimunah binti Harits bin Hazan dan Mariah binti Syam'un. [15]
Khadijah Kubra adalah Ibu dari seluruh putra dan putri Rasulullah saw kecuali anak Nabi yang bernama Ibrahim. Karena Mariah adalah ibu bagi Ibrahim. Anak-anak Nabi saw selain Fatimah sa seluruhnya meninggal dunia di masa hidup Rasulullah, dan silsilah keturunannya hanya diteruskan oleh Sayidah Fatimah sa. Secara keseluruhan nabi memiliki 3 orang putra dan 4 orang putri. Dan mereka adalah:
Peperangan Bani Nadhir dan Daumah al-Jandal
Pada tahun ke-4 H terjadi beberapa pertempuran secara terpisah dengan beberapa kabilah di sekitar Madinah, sebab mereka memandang agama baru tidak menguntungkan mereka dan kemungkinan bersatu dengan pihak lain dan menyerang kota Madinah. Dua peristiwa Raji' dan Bi'r al-Ma'unah yang selama ini telah banyak membunuh para pendakwah dan mubaligh muslim melalui para pejuang kabilah yang bersatu, adalah sebagai bukti dari persatuan ini dan juga merupakan sebuah usaha Nabi saw untuk menyebarluaskan Islam di Madinah.[58] Di tahun ini terjadi salah satu pertempuran Nabi dengan salah satu kaum Yahudi bernama Bani Nadhir, ketika Nabi dengan mereka sibuk berdiskusi kaum yahudi menginginkan jiwanya; namun akhirnya mereka dengan terpaksa harus meninggalkan daerah mereka. [59]
Di tahun berikutnya, Nabi saw dan kaum muslimin pergi ke tempat sekitar perbatasan Syam bernama Daumah al-Jandal; ketika pasukan Islam sampai ke tempat itu, musuh berlarian dan Nabi bersama kaum muslimin kembali ke kota Madinah.[60]
Ajakan Nabi kepada Kepala-kepala Negara untuk Masuk Islam
Pasca perdamaian Hudaibiyah, Nabi saw yang pada batasan tertentu merasa tenang dari penyelewengan-penyelewengan dan kelancangan-kelancangan Quraisy, pada tahun ke-7 H berencana untuk mengajak para pemimpin dan para raja yang memiliki kekuasaan di sekitar daerahnya. Kemudian beliau mengirimkan beberapa surat kepada imperatur Roma Timur, Iran, Najasyi dan juga Amir Ghasaniyan Syam dan Amir Yamamah.[71]
Disebabkan Perjanjian Hudaibiyah telah ditentukan bahwa setiap kabilah dapat mengikat tali perjanjian dengan kedua kelompok Quraisy atau muslimin. Khuza'ah mengikat perjanjian dengan Muhammad saw dan Bani Bakar mengadakan perjanjian dengan Quraisy. Pada tahun ke-8, terjadi pertempuran antara Bakar dan Khuza'ah, dan Quraisy membantu Bani Bakar untuk mengalahkan Khuza'ah. Dengan demikian, perundingan Hudaibiyah pun terbengkalai, karena Quraisy telah memerangi kabilah yang mengadakan perjanjian dengan Nabi saw. Abu Sufyan yang tahu akan hal itu, kekurangajaran ini jelas tidak lepas dari balasan, langsung dia pergi berangkat ke Madinah mungkin perundingan itu dapat diperbaharui akan tetapi dia datang dengan tidak membawa hasil.
Pada bulan Ramadhan tahun ke-8 H, Nabi saw bersama dengan 10.000 orang pergi beranjak ke Mekah. Dan pemberangkatan ini sengaja disusun dengan rapi supaya perjalanan beliau tidak diketahui oleh seorangpun. Setelah pasukan sampai ke daerah Mar al-Zhuhran, Abbas, paman Nabi, ketika malam keluar dari kemahnya, dan berhendak menemui seseorang di kota Mekah dan melalui perantaranya ia ingin memberikan pesan kepada orang-orang Quraisy bahwa sebelum mereka binasa hendaklah mereka berserah diri kepada Nabi saw. Pada malam itu, dia bertemu dengan Abu Sufyan dan ia melindunginya dan dibawa ke hadapan Nabi. Abu Sufyanpun menjadi muslim.
Di hari yang lain Nabi memerintahkan Abbas untuk menempatkannya di sebuah tempat yang layak sehingga pasukan muslimin berjalan lewat di depannya. Abu Sufyan yang melihat kebesaran muslimin kepada Abbas berkata: Kerajaan anak saudaramu sudah besar. Abbas berkata: Celaka engkau, ini adalah kenabian bukan kerajaan. Dia berkata: Ya begitulah! Abbas berkata kepada Nabi: Abu Sufyan adalah seorang laki-laki yang mau memiliki keistimewaan. Nabi berkata: Siapa saja yang kembali ke rumahnya dan menutup pintu rumahnya dia akan aman, siapa saja yang berlindung di rumah Abu Sufyan dia akan aman, siapa saja yang masuk ke Masjidil Haram dia akan aman. Pasukan yang begitu banyak perlahan-lahan memasuki kota Mekah. Ibnu Hisyam dan Ibnu Ishak meriwayatkan bahwa:
Nabi saw tiba di Masjid dan dalam keadaan mengendara mengelilingi Kakbah tujuh kali dan di depan pintu Kakbah berhenti dan berkata:
Penduduk Mekah melanggar segala bentuk pengakuan hukum, kecuali pelayanan kepada Kakbah dan pemberian minum kepada para jamaah haji. Nabi saw tinggal di Mekah selama dua hari dan membenahi seluruh pekerjaan kota. Salah satunya adalah mengirim orang-orang ke pinggiran-pinggiran Mekah supaya menghancurkan tempat-tempat peribadatan patung berhala dan patung-patung berhala yang mereka letakkan di dalam rumah Kakbah juga dihancurkan. Perbuatan yang dilakukan Nabi terhadap penduduk Mekah, telah menampakkan kemurahan Islam dan kebijaksanaan Nabi agama ini kepada para penentang. Quraisy yang selama 20 tahun ini tidak pernah lepas melecehkan dan menyakiti Nabi saw dan para pengikutnya takut dan khawatir akan pembalasan dan karena mereka mendengar jawaban mereka dari Nabi yang berkata: kalian semua telah aku bebaskan; maka semenjak hari itu, daripada mereka berperang dengan Islam, atas nama Islam mereka telah mengambil rencana untuk berperang dengan non muslim.[72]
Permusuhan Quraisy dan Konsekuensinya
Ketika para pembesar Quraisy merasa khawatir dengan jumlah kaum muslimin yang kian bertambah, mereka datang menghadap Abu Thalib paman dan pelindung Nabi saw dan meminta kepadanya untuk menahan dakwah yang dimulai oleh keponakannya itu. Suatu hari mereka meminta kepadanya supaya Muhammad saw diserahkan kepada mereka untuk mereka bunuh dan sebagai penggantinya, dia berhak mengambil 'Umarah bin Walid seorang pemuda tampan dan menurut keyakinan mereka juga pintar. Abu Thalib berkata, "Aku harus menyerahkan anakku untuk kalian bunuh dan aku mendidik anak kalian? Alangkah sulit tugas itu." [30]
Kaum Quraisy dikarenakan terikat perjanjian dengan kabilah-kabilah lain, mereka tidak dapat mencelakai Nabi secara jiwa, karena jika hal itu terjadi maka mereka akan berhadapan dengan Bani Hasyim, dan kemungkinan ada hal-hal lain yang dapat menimpa mereka yang mungkin akan mempersulit mereka. Oleh karena itu, pertentangan mereka kepada Nabi hanya sebatas menjelek-jelekkan Nabi dan mencelakainya saja. Namun sikap mereka kepada orang-orang yang baru masuk Islam yang tidak mempunyai pelindung, mereka benar-benar menyiksanya. [31]
Kaum Quraisy sekali lagi datang menghadap Abu Thalib dan mereka meminta kepadanya untuk mencegah anak saudaranya itu untuk tidak menindaklanjuti langkah yang telah ia ambil. Kemudian Abu Thalib menyampaikan hal tersebut kepada anak saudaranya itu dan Nabi saw menjawab:
Hukum Merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW dan Dalilnya, Begini Menurut Ulama
Dalam Kitab Nur al-Mubin fi Mahabbati Sayyidi al-Mursalin karya Hadratussyaikh KH M Hasyim Asy’ari sebagaimana dilansir dari laman ponpes tebuireng, semua putra-putri Nabi SAW telah wafat sebelum intiqal (wafatnya) Nabi SAW. Kecuali Sayyidah Fathimah yang masih hidup selama enam bulan, setelah intiqalnya Nabi SAW. Berikut penjelasan singkat mengenai putra-putri Nabi SAW dilansir dari laman NU Online.