Kota Jepara Wikipedia

Kota Jepara Wikipedia

Town in Central Java, Indonesia

District and regency seat in Central Java, Indonesia

Jepara is a town in the province of Central Java, Indonesia. Jepara is on the north coast of Java, northeast of Semarang, not far from Mount Muria, with a population of 81,920 in mid-2022.[1] It is also the main town of Jepara Regency. Jepara is known for the Javanese teak wood carving art as well as the birthplace of Kartini, a pioneer in the area of women's rights for Indonesians.

The population of Jepara Regency is approximately 1.2 million people, 49.86% male and 50.14% female. On the productivity age basis, the considered working-group age (between 15 and 64 yo) dominates Jepara's population at 67.90%, meanwhile the rest of 25.55% and 6.55% belong to the children and retired-people groups, respectively.

Jepara people are originally rooted as Javanese and religiously speaking, over 98% are Muslim.

The village of Plajan and the village of Tempur have a comparatively multi-religious population.[2]

In the 16th century, Jepara was an important port; in early 1513, its king, Yunnus (Pati Unus) led an attack against Portuguese Malacca. His force is said to have been made up of one hundred ships and 5000 men from Jepara and Palembang but was defeated. Between 1518 and 1521 he ruled over Demak. The rule of Ratu ('Queen') Kalinyamat in the latter 16th century was, however, Jepara's most influential. Jepara again attacked Malacca in 1551 this time with Johor but was defeated, and in 1574 besieged Malacca for three months.[3]

It was the site of a Dutch fort in the 17th century. It is the birthplace of Indonesian national heroine Kartini.[4]

The population is almost entirely Javanese and over 95% Muslim. As a pesisir ('coastal') area many traders from around the world landed in Jepara centuries ago. As a result, some of Jepara's residents have at part European, Chinese, Arabs, Malay or Bugis ancestry.[citation needed]

Jepara has a tropical monsoon climate (Am) with moderate to little rainfall from May to October and heavy to very heavy rainfall from November to April.

Wikivoyage has a travel guide for

Asal nama Jepara berasal dari kata \x22ujung para\x22, kemudian berubah menjadi \x22ujung mara\x22 dan \x22Jumpara. Kata \x22ujung para\x22 dapat diartikan sebagai tempat pemukiman para pedagang yang berniaga ke berbagai daerah.

Menurut buku  Sejarah Dinasti Tang (618-906 M) pada 674 M seorang musafir Tionghoa bernama I-Tsing pernah berkunjung ke negeri Holing atau Kaling atau Kalingga yang juga disebut Jawa. Keraaan ini diyakini berada di Keling, kawasan timur Jepara sekarang. Kaling dipimpin raja wanita bernama Ratu Shima yang dikenal tegas.

Penulis Portugis bernama Tome Pires dalam bukunya Suma Oriental, Jepara baru dikenal pada abad ke-XV (1470 M). Sebagai bandar perdagangan yang kecil dan baru ada 90-100 orang. Jepara  dipimpin oleh Aryo Timur dan berada dibawah pemerintahan Demak.

Kemudian Aryo Timur digantikan oleh putranya yang bernama Pati Unus (1507-1521). Pati Unus mencoba untuk membangun Jepara menjadi kota niaga. Pati Unus dikenal sangat gigih melawan penjajahan Portugis di Malaka yang menjadikan mata rantai perdagangan Nusantara.

Setelah Pati Unus wafat, penggantinya adalah sang ipar, Faletehan/Fatahillah yang berkuasa (1521-1536). Kemudian pada tahun 1536 oleh penguasa Demak yaitu Sultan Trenggono, Jepara diserahkan kepada anak dan menantunya yaitu Ratu Retno Kencono dan Pangeran Hadirin, suaminya.

Namun setelah tewasnya Sultan Trenggono dalam Ekspedisi Militer di Panarukan Jawa Timur pada tahun 1546, timbulnya geger perebutan tahta kerajaan Demak yang berakhir dengan tewasnya Pangeran Hadiri oleh Aryo Penangsang pada tahun 1549.

Pada kematian orang-orang yang dikasihi membuat Ratu Retno Kencono sangat berduka dan meninggalkan kehidupan istana untuk bertapa di bukit Danaraja. Setelah terbunuhnya Aryo Penangsang oleh Sutowijoyo, Ratu Retno Kencono bersedia turun dari pertapaan dan dilantik menjadi penguasa Jepara dengan gelar Nimas Ratu Kalinyamat.

Pada masa pemerintahan Ratu Kalinyamat (1549/1579), Jepara berkembang pesat menjadi bandar niaga utama di pulau Jawa yang melayani ekspor dan impor. Disamping itu menjadi pangkalan angkatan laut yang dirintis sejak masa kerajaan Demak.

Sebagai seorang penguasa Jepara yang gemah ripah loh jinawi karena keberadaan Jepara pada saat itu sebagai Bandar Niaga yang sangat ramai, Ratu Kaliyamat dikenal mempunyai jiwa patriotisme yang anti penjajahan. Itu dibuktikan dengan pengiriman armada perangnya ke Malaka untuk mengempur Portugis pada tahun 1551 dan tahun 1574.

Tidak berlebihan jika orang Portugis saat itu menyebut sang Ratu sebagai Rainha de epara Sonora de Rica, yang memiliki arti Raja Jepara seorang wanita yang sangat berkuasa dan kaya raya.

Pada saat itu serangan ratu yang gagah berani itu melibatkan hampir 40 buah kapal yang berisikan kurang lebih 5.000 orang prajurit. Tapi serangan tersebut gagal, namun semangat patriotisme Ratu tidak pernah luntur dan gentar menghadapi penjajah bengsa portugis, yang di abad 16 itu sedang dalam puncak kejayaan dan diakui sebagai bangsa pemberani di Dunia.

Pada Oktober 1574 sang Ratu Kelinyamat mengirimkan armada militernya yang lebih besar di Malaka. Ekspedisi militer kedua ini melibatkan 300 buah kapal diantaranya 80 buah kapal jung besar berawak 15 ribu orang prajurit pilihannya. Pengiriman armada militer kedua ini dipimpin oleh panglima terpenting dalam kerajaan yang disebut orang Portugis sebagai Quilimo.

Sebagai peninggalan sejarah dari perang besar antar Jepara dan Portugis, sampai sekarang masih terdapat di Malaka Komplek kuburan yang disebut sebagai makam Tentara Jawa. Selain itu tokoh Ratu Kalinyamat juga sangat berjasa dalam budayakan seni ukir yang sekarang ini jadi andalan utama ekonomi Jepara yaitu perpaduan seni ukir Majapahit dengan seni ukir patih Badardawung yang berasal dari negeri Cina.

Menurut sejarah Ratu Kalinyamat wafat pada tahun 1579 dan dimakamkan di desa Mantingan Jepara, disebelah makam suaminya Pangeran Hadiri. Pada semua aspek positif yang telah dibuktikan oleh Ratu Kalinyamat sehingga Jepara menjadi negeri yang makmur, kuat dan sejahtera. Maka penetapan hari jadi Jepara yang mengambil waktu beliau dinobatkan sebagai penuasa Jepara atau yang bertepatan dengan tanggal 10 April 1549 ini telah ditandai dengan Candra Sengkala Trus Karya Tataning Bumi atau terus bekerja keras membangun daerah.

Selain itu muncullah beberapa tempat wisata yang sangat indah di kota Jepara seperti pantai, bukit, air terjun, hingga gunung yang sangat indah. Yang paling banyak diincar wisatawan adalah keindahan pantainya, tidak hanya pasir dan tempat pantai yang bersih melainkan berkat pemandangan yang alami.

Kalau ingin healing ke pantai adalah pilihan tepat, cocok jadi tempat bersantai sambil menikmati pemandangan matahari terbenam berwarna kuning keemasan yang sangat eksotis. Dan wisata alam yang unggulan dan ikonik dari kabupaten Jepara adalah Pulau Karimunjawa. Dari kota menuju tempat tersebut kita harus menyeberang dengan kapal selama 3-5 jam.

Walaupun jauh tapi keidahan alam di Karimunawa berhasil menghipnotis banyak wisatawan terutama akan keindahan bawah laut yang masih sangat asri dan terjaga dengan baik.

Regency in Central Java, Indonesia

Jepara (Javanese: ꦗꦼꦥꦫ) is a regency in the northeast of the Indonesian province of Central Java. It covers an area of 1,020.25 km2 and had a population of 1,097,280 at the 2010 census[2] and 1,184,947 at the 2020 census;[3] the official estimate as at mid 2023 was 1,264,598 (comprising 636,096 males and 628,502 females).[1] Its capital is Jepara town.

People believed to have come from South Yunnan region migrated into the northern tip of Java during a time when Jepara was still separated by the Juwana Strait.[citation needed]

In the 16th century, Jepara was an important port; in early 1513, its king, Yunnus (Pati Unus) led an attack against Portuguese Malacca. His force is said to have been made up of one hundred ships and 5000 men from Jepara and Palembang but was defeated. Between 1518 and 1521 he apparently ruled over Demak. The rule of Ratu ('Queen') Kalinyamat in the latter 16th century was, however, Jepara's most influential. Jepara again attacked Malacca in 1551 this time with Johor but was defeated, and in 1574 besieged Malacca for three months.[4]

Jepara Regency is located in the northeastern coastal region of Central Java, bordering Java Sea in the north and west, Kudus Regency and Pati Regency in the east, and Demak Regency in the south. The eastern border is primarily a mountainous region, with the most notable peak being Mount Muria. The regency also includes the Karimumjawa Archipelago, itself recognized as an administrative district, located in the Java Sea approximately 80 kilometres northwest from the mainland part of Jepara Regency.

Administrative Districts

Jepara Regency comprises sixteen districts (kecamatan), tabulated below with their areas and their populations at the 2010 census[2] and the 2020 census,[3] together with the official estimates as at mid 2023.[1] The table also includes the locations of the district administrative centres, the number of administrative villages in each district (totaling 184 rural desa and 11 urban kelurahan - the latter all in Jepara town district), and its post code.

Note: (a) comprises 11 urban kelurahan (Bapangan, Bulu, Demaan, Jobokuto, Karangkebagusan, Kauman, Panggang, Pengkol, Potroyudan, Saripan and Ujungbatu) and 5 rural desa.

The population is almost entirely Javanese and over 95% Muslim.[citation needed] As a pesisir ('coastal') area many traders from around the world landed in Jepara centuries ago.[citation needed]

Tourism in Jepara is an important component of the economy of Jepara and a significant source of tax revenue. Jepara is a town which is known for its culinary, education, tourism, and rich cultural heritage. There are many possibilities and opportunities for the city to prosper and benefit more, but yet until now the government has not yet fully utilized them. Jepara, although only a small town, has many tourist attractions, with the mountain tourism, beach tourism, underwater tours, tour of the islands. Foreign tourists often visit Tirto Samodra Beach (Bandengan Beach), Karimunjawa Islands (Crimon Java), Kartini Beach, etc.

Offenbar hast du diese Funktion zu schnell genutzt. Du wurdest vorübergehend von der Nutzung dieser Funktion blockiert.

Wenn dies deiner Meinung nach nicht gegen unsere Gemeinschaftsstandards verstößt,

Kota Jepara adalah kota kecil di Provinsi Jawa Tengah, Indonesia. Jepara terletak di pantai utara Jawa, utara-timur dari Semarang, tidak jauh dari Gunung Muria. Itu juga merupakan kota utama distrik Jepara, yang memiliki populasi sekitar 1 juta. Jepara dikenal sebagai Kota Ukir seni Jawa serta tempat kelahiran Kartini, pelopor di bidang hak-hak perempuan untuk Indonesia. Populasi adalah hampir seluruhnya Jawa dan lebih dari 95% Muslim. visit:

Pariwisata yang terkenal di kota Jepara diantaranya:

dan masih banyak lagi gan,

Jepara dikenal untuk industri mebel yang, terutama furniture jati. Industri ini mempekerjakan sekitar 80.000 orang, yang bekerja di sejumlah besar lokakarya terutama kecil. Perdagangan telah membawa kemakmuran yang cukup besar untuk Jepara, jauh di atas rata-rata untuk Jawa Tengah. Karena ada perdagangan ekspor yang besar, penurunan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dan mata uang lainnya mungkin telah menyebabkan peningkatan pendapatan untuk [pembuat mebel].

6°35′31″S 110°40′16″E / 6.592071°S 110.671242°E / -6.592071; 110.671242

Jepara (bahasa Jawa: ꦗꦼꦥꦫ) (atau disebut juga Jepara Kota) adalah ibu kota Kabupaten Jepara yang sekaligus menjadi pusat pemerintahan dan perekonomian dari Kabupaten Jepara. Jepara juga merupakan sebuah wilayah kecamatan yang terletak di Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah, Indonesia.[3]

Menurut C. Lekkerkerker, nama Jepara berasal dari kata Ujungpara. disebut ujungpara karena dahulu ada orang dari Majapahit yang sedang berjalan melewati daerah yang sekarang disebut Jepara, melihat nelayan yang sedang membagi-bagi ikan hasil tangkapannya "membagi" dalam bahasa jawa adalah "Para" (dibaca: Poro), maka pengembara tersebut menceritakan di kota tujuannya bahwa dia melewati Ujung Para karena dia melewati ujung pulau Jawa yang ada yang membagi ikan.

Kemudian berubah menjadi Ujung Mara, dan Jumpara, yang akhirnya berubah menjadi Japara pada tahun 1950an diubah menjadi Jepara hal itu dibuktikan adanya Persijap (Persatuan Sepak bola Japara). Kata Ujung dan Para sendiri berasal dari bahasa jawa, Ujung artinya bagian darat yang menjorok ke laut dan Para yang artinya menunjukkan arah, yang digabung menjadi suatu daerah yang menjorok ke laut.

Letak geografis memang menempatkan Jepara di semenanjung yang strategis dan mudah di jangkau oleh para pedagang. Para dari sumber yang lain diartikan Pepara, yang artinya bebakulan mrono mrene, yang kemudian diartikan sebuah ujung tempat bermukimnya para pedagang dari berbagai daerah. Orang Jawa menyebut menyebut nama Jepara menjadi Jeporo, dan orang Jawa yang menggunakan bahasa krama inggil menyebut Jepara menjadi Jepanten, dalam bahasa Inggris disebut Japara, Sedangkan orang Belanda menyebut Yapara atau Japare.

Kecamatan Jepara terbagi menjadi 4 desa dan 11 Kelurahan, yaitu:

Pada umumnya penduduk Jepara merupakan suku Jawa, dan beberapa suku lain dari Indonesia. Tahun 2021, jumlah penduduk kecamatan Jepara sebanyak 92.967 jiwa, dengan kepadatan 1.167 jiwa/km².[2] Kemudian, persentasi penduduk kecamatan Jepara berdasarkan agama yang dianut yakni Islam 97,03%, kemudian Kekristenan 2,93% dimana Protestan 2,41% dan Katolik 0,51%. Selebihnya buddha sebanyak 0,02% dan Hindu 0,02%.[4]

Meskipun Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi, umumnya sebagian besar masyarakat Kecamatan Jepara menggunakan Bahasa Jawa sebagai bahasa sehari-hari. Bahasa Jawa Dialek Jeporonan.

Kecamatan Jepara memiliki beberapa taman, yaitu:

Masakan khas Jepara, adalah:

Kecamatan Jepara terdapat 1 Polindes, 1 Puskesmas dan 3 Rumah Sakit, yaitu:

Kecamatan Jepara terdapat beberapa Pasar, yaitu:

Wikimedia Commons memiliki media mengenai

Jepara là một thành phố thuộc tỉnh Trung Java. Thành phố Jepara có diện tích km², dân số là người. Thủ phủ đóng tại.

Jepara Regency có tất cả các loại thực phẩm điển hình của Jepara, đó là:

Jepara Regency có tất cả các loại đồ uống đặc trưng của Jepara, đó là:

Jepara Regency có tất cả các loại của Snack điển hình và tráng miệng Jepara, đó là:

Jepara Regency có một số giống, cụ thể là:

Jepara Regency có tất cả các loại thực phẩm lưu niệm đặc trưng của Jepara, đó là:

Jepara Regency có tất cả các loại hàng hoá lưu niệm điển hình của Jepara, đó là:

Way Jepara adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Lampung Timur, Lampung, Indonesia.

Way Jepara memiliki wilayah seluas 135,78 km². Wilayah administratif kecamatan ini terbagi menjadi 16 desa yakni desa Braja Fajar, Braja Emas, Braja Caka, Braja Dewa, Sri Wangi, Jepara, Sumberjo, Sri Rejosari, Labuhan Ratu Dua, Sumur Bandung, Labuhan Ratu Satu, Braja Sakti, Braja Asri,Sumber Marga, Labuhan Ratu Danau dan Labuhan Ratu Baru.

Secara geografis, Way Jepara berbatasan dengan Kecamatan Labuhan Ratu di sebelah utara, Kecamatan Bandar Sribhawono dan Kecamatan Mataram Baru sebelah selatan kemudian di sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Braja Selebah, dan di sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Sukadana. Apabila dilihat dari topografi, semua desa mempunyai topografi datar.

Wilayah Way Jepara mempunyai danau, yaitu Danau Way Jepara.

Pertanian merupakan sektor lapangan kerja yang paling banyak menyerap tenaga kerja di Kabupaten Lampung Timur. Sektor pertanian di Way Jepara terbagi dalam berbagai subsektor baik pertanian padi, palawija, perkebunan hingga peternakan. Lahan pertanian di kecamatan ini paling banyak dimanfaatkan untuk sawah, yakni sekitar 28% dari lahan pertanian yang ada. Selain dimanfaatkan untuk sawah, lahan pertanian bukan sawah paling banyak digunakan untuk perkebunan yaitu seluas 27%. Pada pertanian subsektor peternakan hewan besar, jenis mamalia kambing merupakan komoditas terbanyak yang dibudidayakan, yaitu sebanyak 54.867 ekor atau sebanyak 57% dari total hewan ternak besar di kecamatan ini pada 2014.

Jumlah industri pengolahan dengan jumlah tenaga kerja antara 1-19 orang di Way Jepara mengalami peningkatan yang cukup signifikan yakni hingga 33,92% pada 2014 dari 298 usaha pada 2011. Selain itu, ada pula 49 usaha industri pengolahan dengan tenaga kerja 20-99 orang pada 2014.

Pengaliran listrik oleh PLN telah mencapai seluruh desa yang ada di Way Jepara. Namun, belum seluruh rumah tangga yang ada pada tiap desa di kecamatan ini yang menggunakan listrik PLN. Jumlah pelanggan listrik yang disediakan oleh PLN pada 2014 sebanyak 11.585 pelanggan di mana pelanggan terbanyak berada di Desa Braja Sakti. Jumlah pelanggan PLN pada tahun ini tumbuh cukup signifikan bila dibandingkan dengan tahun 2011 yang pada saat itu jumlahnya baru mencapai 9.657 pelanggan.

Penduduk Way Jepara selama 2014 berjumlah 47.811 jiwa dengan kepadatan 352 jiwa/km². Di kecamatan tersebut terdapat 6.857 rumah tangga, dengan rata-rata tiap rumah tangga berisikan tiga orang anggota rumah tangga. Rasio antara penduduk laki-laki dan perempuan (sex ratio) kecamatan ini pada tahun 2015 adalah 103. Hal ini berarti selama tahun 2015 perbandingan jumlah penduduk laki-laki dan perempuan adalah 103 orang penduduk laki-laki berbanding 100 orang penduduk perempuan.

Perumahan rakyat menurut klasifikasi di Way Jepara pada 2015 yang terbanyak adalah rumah sederhana sebanyak 38,00%, kemudian rumah permanen sebesar 33,91% dan rumah semi permanen sebanyak 28,09%.

Islam adalah agama yang paling banyak dianut oleh penduduk Way Jepara dengan jumlah penganut sebanyak 97% penduduk. Oleh karena itu, berdiri banyak sarana ibadah bagi umat Islam, yaitu 35 bangunan masjid dan 26 bangunan musala. Sedangkan untuk tempat ibadah umat agama lain, terdapat 4 bangunan gereja dan belum ada bangunan pura maupun wihara di kecamatan ini. Hal ini mungkin disebabkan kecilnya jumlah penduduk yang beragama beragama Katolik, Protestan, Hindu dan Buddha yang hanya mencapai kurang lebih 3% penduduk.

Sarana pendidikan di Way Jepara tersedia baik formal maupun non formal. Adapun untuk pendidikan formal tersedia hingga tingkat perguruan tinggi. Sarana pendidikan terbanyak tersedia pada tingkat pendidikan sekolah dasar yakni sebanyak 28 sekolah dan 212 ruang belajar. Semakin tinggi jenjang pendidikan, sarana pendidikan yang tersedia pun semakin berkurang. Sarana pendidikan yang tersedia untuk jenjang sekolah menengah atas dan sekolah menengah kejuruan antara lain berturut-turut sebanyak 5 sekolah dengan 78 ruang belajar serta 3 sekolah dan 39 ruang belajar. Sedangkan untuk pendidikan tinggi terdapat 2 perguruan tinggi.

Jumlah tenaga kesehatan yang bekerja di Way Jepara sebagian besar atau 82,56% merupakan tenaga kesehatan medis, seperti bidan, perawat dan dokter dengan jumlah bidan sebanyak 36 orang. Sarana kesehatan yang tersedia di kecamatan ini pada tahun 2014 didominasi oleh praktik bidan swasta sebanyak 35% dari keseluruhan sarana kesehatan yang ada. Belum tersedia rumah sakit di kecamatan ini pada tahun 2014.

Pada 2014, sebagian besar jalan yang ada pada Way Jepara ialah jalan diperkeras, yakni sebesar 39,11% dari seluruh panjang jalan. Sebesar 29,76% dari panjang jalan yang ada di kecamatan ini merupakan jalan aspal. Namun, sebagian besar (89,87%) panjang jalan aspal yang ada berada dalam keadaan rusak. Kendaraan bermotor berupa sepeda motor menjadi moda transportasi yang paling banyak digunakan masyarakat pada 2014, yakni sebanyak 96,76% dari seluruh kendaraan bermotor yang ada.[2]

Way Jepara dilintasi Jalan Raya Lintas Pantai Timur rute AH 25. Jalan ini digunakan untuk jalur cepat dari Pelabuhan Bakauheni menuju kota-kota lainnya di Sumatra, seperti Palembang. Kecamatan ini dapat dicapai dengan angkutan perintis atau travel dari pelabuhan Bakauheni dengan jarak sekitar 100 km. Bila tidak ingin berurusan dengan calo di pelabuhan, cukup dengan mengatakan dijemput. maka gangguan calo akan selesai. Selain dari Bakauheni, Way Jepara juga dapat dicapai dari Kota Metro melalui rute jalan provinsi yang melintasi Metro-Pekalongan-Batanghari Nuban-Sukadana-Labuhan Ratu-Way Jepara dengan jarak sekitar 50 km dan dapat menggunakan sarana bis dan angkot berwarna biru dengan rute angkot Metro-Pekalongan atau Metro-Pekalongan-Batanghari Nuban-Sukadana.

Way Jepara pelabuhan laut namanya diabaikan Hasjrul Harahap akan dilaksanakan 2015 untuk rute: Way Jepara-Karimunjawa-Balikpapan, Way Jepara-Cilamaya, Way Jepara-Tanjung Pandan, Way Jepara-Tulungselepan, Way Jepara-Muara Sabak, Way Jepara-Cilamaya-Tegal, Way Jepara-Sampit-Toli-Toli, Way Jepara- Ketapang (Kalimantan Barat)-Pulau Laut, Way Jepara-Karimunjawa-Makassar, Way Jepara-Semarang-Mataram, Way Jepara-Selayar, Way Jepara-Karimunjawa.

Bila menggunakan kendaraan sendiri, disarankan untuk tidak melakukan perjalanan pada malam hari karena Jalan Raya Lintas Pantai Timur minim penerangan jalan dan ada bagian tertentu yang jalannya rusak, terutama dekat jembatan.